Sabtu, 04 Oktober 2014

Stop Penebangan dan Lindungi Hutan Kita


Vidio ini menceritakan tentang Keindahan Alam Hutan dan Kehancuran Hutan oleh manusia, Hutan untuk anak cucu kita sekarang dan akan datang yang dalam pengrusakan, untuk itu mari kita lestarikan Hutan dari sekarang. HutanKu HutanMu

Jumat, 03 Oktober 2014

DEMO PENYELAMATAN HUTAN




PENCEMARAN AIR TANAH AKIBAT PEMBUANGAN LIMBAH DOMESTIK DI LINGKUNGAN KUMUH STUDI KASUS DESA BATU MERAH, KELURAHAN AMANTELU


            Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat. Karena untuk mendapatkan air yang bersih, sesuai dengan standart tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dan ketergantungan manusia terhadap air pun semakin besar sejalan dengan perkembangan yang semakin meningkat.
            Di daerah Batu Merah, pola penyebaran penduduknya tidak merata dan volume penduduk pendatangnya cukup besar. Hal ini mengakibatkan makin berkembangnya pemukiman-pemukiman yang kurang terencana dengan baik dan kurang terencana sehingga dapat mengkibatkan sistem pembuangan limbah rumah tangga seperti pembuangan limbah kamar mandi dan dapur tidak terkoordinasi dengan baik. Limbah tersebut dapat berakibat pada pencemaran air tanah yang dapat mengakibatkan terjadinya penyebaran beberapa penyakit menular.
            Oleh karena itu dalam pembuangan limbah domestik di daerah pemukiman tersebut sebaiknya dilakukan pembuatan sistem jaringan pembuangan limbah yang dapat menampung dan mengalirkan limbah tersebut secara baik dan benar, agar dapat mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber penyakit dengan air yang sangat diperlukan untuk keperluan hidup sehari-hari. Sehingga kualitas dan kuantitas air tanah pada daerah pemukiman tersebut harus terjamin, agar dapat digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari sesuai dengan standart kesehatan dan baku mutu kualitas air.
            Air tanah adalah air yang tersimpan/terperangkap didalam lapisan batuan yang mengalami pengisian/penambahan secara terus menerus oleh alam. Kondisi suatu lapisan tanah membuat suatu pembagian zone air tanah menjadi dua zona besar yaitu : (1) Zona air berudara adalah suatu lapisan tanah yang mengandung air yang masih dapat kontak dengan udara. Pada zone ini terdapat tiga lapisan tanah, yaitu lapisan air tanah permukaan, lapisan intermediate yang berisi air gravitasi dan lapisan kapiler yang berisi air kapiler, (2) Zona Air Jenuh adalah suatu lapisan tanah yang relatif tak tehubung dengan udara luar dan lapisan tanahnya atau aquifer tanah.
            Air tanah secara umum memiliki sifat-sifat yang menguntungkan, khususnya dari segi bakteriologis, namun dari segi kimiawi air tanah mempunyai beberapa karakteristik tertentu tergantung pada lapisan kesadahan, kalsium, magnesium, sodium, bikarbonat, pH, dan lainnya. Selain memiliki sifat-sifat yang telah disebutkan di atas, keuntungan dan kerugian pemanfaatan air tanah yaitu :
(1)     Dilihat dari segi keuntungan; pada umumnya bebas dari bakteri pathogen, dapat dipakai tanpa pengolahan lebih lanjut, paling praktis dan ekonomis untuk mendapatkan dan membagikannya, dan lapisan tanah yang menampung air biasanya merupakan tempat pengumpulan air alami.
(2)     Dilihat dari segi kerugian; air tanah sering kali mengandung banyak mineral-mineral seperti Fe, Mn, Ca dan sebagainya, dan biasanya membutuhkan pemompaan.
            Pencemaran adalah suatu penyimpanan dari keadaan normalnya. Jadi pencemaran air tanah adalah suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung pada faktor penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air. Pencemaran air dapat menentukan indicator yang terjadi pada air lingkungan. Pencemaran air dikelompokkan sebagai berikut :
(1)     Bahan buangan organik, bahan buangan organic pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga hal ini dapat mengakibatkan semakin berkembangnya mikroorganisme dan mikroba pathogen pun ikut juga berkembang baik dimana hal ini dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit.
(2)     Bahan buangan anorganik, bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi leh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air, sehingga hal ini dapat mengakibatkan air menjadi bersifat sadah karena mengandung ion kalsium (Ca) dan ion magnesium (Mg). Selain itu ion-ion tersebut dapat bersifat racun seperti timbale (Pb), arsen (As) dan air raksa (Hg) yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia.
(3)     Bahan buangan zat kimia, bahan buangan zat kimia banyak ragamnya seperti bahan pencemaran air yng berupa sabun, bahan pembrantasan hama, zat warna kimia, larutan penyamak kulit dan zat radioaktif. Zat kimia ini di air lingkungan merupakan racun yang mengganggu dan dapat mematikan hewan air, tanaman air dan mungkin juga manusia.
            Limbah adalah zat, energi, dan atau komponen lain yang dikeluarkan atau dibuang akibat sesuatu kegiatan baik industri maupun non industri. Buangan industri adalah bahan buangan sebagai hasil sampingan dari proses produksi industri yang dapat berbentuk benda padat, cair maupun gas yang dapat menimbulkan pencemaran. Buangan non-industri adalah bahan buangan sebagai hasil sampingan bukan dari industri, melainkan berasal dari rumah tangga, kantor, restoran, tempat hiburan, pasar, pertokoan, rumah sakit dan lain-lain yang dapat menimbulkan pencemaran.
            Limbah yang dihasilkan oleh suatu kegiatan baik industri maupun non industri dapat menimbulkan gas yang berbau busuk misalnya H2S dan amonia akibat dari proses penguraian material-material organik yang terkandung di dalamnya. Selain itu limbah dapat juga mengandung organisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit dan nutrien terutama unsur P dan N yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Karena itu, pengolahan limbah sangat di butuhkan agar tidak mencemari lingkungan.
            Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan, adanya beberapa tingkat pencemaran air sumur di daerah Batu Merah. Tingkat pencemaran itu adalah
1.       Tingkat Pencemaran Air Sumur 1
Dari hasil penelitian air sumur pada sampel 1 ini diketahui bahw air tersebut telah mengandung unsure-unsur yang mengakibatkan terjadinya pencemaran, yaitu sumur berbau, kekeruhannya mencapai 112,5 mg SiO2/l, bakteri E. Colinya mencapai 28/100 ml, dan bakteri Coliformsnya mencapai 1100/100 ml, yang melebihi standar baku mutu kualitas, sehingga air sumur ini dapat dikatakan tercemar dan tidak layak di jadikan air minum. Air sumur ini tercemar di akibatkan adanya pemukiman-pemukiman yang berada di dekat sekitar air sumur, yang mana penduduk setempat banyak yang tidak memakai tangki septi sehingga kotoran yang dihasilkan di buang begitu saja ke saluran air/drainase dan letak kamar mandi dengan sumur sangat dekat, sehingga air terkontaminasi langsung oleh kotoran manusia dan air limbah yang di hasilkan.
2.       Tingkat Pencemaran Air Sumur 2
Dari hasil penelitian air sumur 2 menunjukkan bahwa air sumur tersebut tidak tercemar. Hal ini dapat dilihat dari airnya yang tidak berbau, tidak berasa, kekeruhannya tidak terdeteksi, pHnya 7,43, BOD5-nya hanya 1,80 ppm, COD-nya 3,60 ppm, PO4-nya 1,017 ppm, amoniak bebasnya 0,067 ppm, bakteri E. Coli dan Coliform nihil, sehingga air sumur ini layak di gunakan. Air sumur ini tidak tercemar, karena air tidak terkontaminasi langsung dengan kotoran manusia dan air limbah yang dihasilkan oleh penduduk di sekitar daerah tersebut, dan air sumur tersebut berada di daerah akifer tertekan sehingga air yang berada di atasnya sulit untuk merembes ke bawah. Di mana air akifer tertekan adalah air tertutup antara 2 strata yang relative kedap air. Air-nya ada di bawah tekanan dan bagian atasnya di batasi oleh permukaan piezometrik. Jika suatu sumur di masukkan dalam akifer ini, aras arus akan menaik sampai aras piezometrik dan akan membentuk suatu sumur yang mengalir. Permukaan piezometrik merupakan suatu permukaan imajiner serupa dengan arus tekanan hidrostatik air pada akifer. Prinsip metode piezometrik adalah bahwa lubang dib or dan pipa di masukkan ke dalam lubang dengan meninggalkan suatu rongga yang tak terlindung pada dasarnya.
3.       Tingkat Pencemaran Air Sumur 3
     Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa air sumur sample 3 ini airnya tidak berbau, tidak berasa, kekeruhannya hanya mencapai 12.5 mg SiO2/l, pHnya 7,35, BOD5-nya 1,44 ppm, COD-nya 2,40 ppm, PO4-nya 0,180 ppm, amoniak bebasnya hanya 0,056 ppm, bakteri E. Colinya nihil sedangkan bakteri Coliformnya mencapai 240/100 ml. Air sumur ini tidak tercemar, sehingga air sumur ini layak untuk dijadikan air minum.
4.       Tingkat Pencemaran Air sumur 4
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa air sample 4 mengandung bakteri E. Coli sampai 3/100 ml, bakteri Coliform sampai 1100/100 ml dan kekeruhannya mencapai 175 mg SiO2/l. Dengan demikian diketahui bahwa air sumur tersebut tercemar dan tidak layak untuk di jadikan air minum. Sampel air sumur 4 ini di ambil dari rumah penduduk yang dekat dengan MCK umum dan letak sumur berada di tengah-tengah pemukiman penduduk.
5.       Tingkat Pencemaran Air Sumur 5
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa air sumur sampel 5 ini mengandung bakteri E. Coli sampai 3/100 ml, bakteri Coliform sampai 150/100 ml dan kekeruhannya mencapai 137,5 mg SiO2/l dari dari hasil yang di atas di ketahui bahwa air sumur tersebut tercemar dan tidak layak untuk di jadikan air minum.
      Dari hasil pengukuran sampel di atas, dapat di ketahui dampak pencemaran air tanah yang di akibatkan dari pembuangan limbah domestic di lingkungan kumuh di daerah Batu Merah. Akibat dari pencemaran yang terjadi, di akibatkan adanya penduduk yang kurang mengerti tentang kebersihan lingkungan, dampak dari pengeboran sumur yang sembarangan dan adanya pembuangan limbah rumah tangga yang tidak di perhatikan  oleh penduduk setempat.
      Pengelolaan saluran pembuangan tinja dan limbah cair merupakan bahan buangan yang timbul karena adanya kehidupan manusia sebagai makhluk individu maupun social. Tinja juga merupakan bahan buangan yang sangat dihindari oleh manusia karena dapat mengakibatkan bau yang sangat menyengat dan sangat menarik perhatian seragga, khususnya lalat, dan berbagai hewan lainnya. Apabila pembuangan tinja dan limbah cair tidak di tangani sebagaimana semestinya maka dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran permukaan tanah serta air tanah, yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran pencernaan.
      Untuk menghindari berbagai macam dampak negatif pada kehidupan manusia dan lingkungan, maka penanganan tinja dan limbah cair sebaiknya dilakukan dengan teknik pengukuran arah aliran air tanah. Dalam pengukuran aliran arus air tanah menggunakan beberapa metode. Metode-metode yang paling sering digunakan adalah sebagai berikut:
1.  Metode kartografi; metode ini melibatkan konstruksi kontur-kontur air tanah (atau permukaan piezometrik) dari pengamatan permukaan-permukaan air pada jaringan sumur-sumur alami atau lubang-lubang pengeboran.
2.     Pelacak; ada 3 cara mempergunakan pelacak yaitu :
a.    Memasukkan pelacak buatan (pewarna garam, hydrogen, kobalt) ke dalam lubang bor dan tempat konsentrasi puncaknya pada air tanah pada jaringan sumur-sumur pengamatan di hilir.
b.  Pemasangan bahan-bahan pelacak yang terjadi secara alami. Misalnya, konsentrasi tritium yang terdapat pada air hujan, dibandingkan dengan yang terdapat pada air tanah.
c.    Pemasukkan dan pengamatan pada lubang bor tunggal. Isotof Radioaktif di masukkan ke dalam sumur dan di bawa oleh air tanah dari sumur ke dalam tanah. Penghitungan Geiger di masukkan ke dalam sumur yang sama dan di putar 360 derajat untuk menentukan arah yang memberikan skala pembacaan yang maksimum. Arah ini merupakan arah aliran air tanah yang utama.
3.   Pengukuran aliran; pada keadaan tertentu dengan melibatkan kecepatan air tanah yang relatif tinggi (seperti pada batu kapur bercelah) pengukuran langsung arah aliran air tanah di mungkinkan dengan menggunakan pengukuran arus atau pengukuran arus termal. Pengukuran arus di putar secara perlahan hingga pembacaan maksimum diperoleh pada arah yang sama dengan sumbu utama aliran air tanah. Pengukur arus termal mengukur jumlah air yang di panaskan antara 2 tempat pengamatan.
4.       Model-model air tanah
Dengan adanya metode-metode yang telah di jelaskan, di harapkan dapat di pergunakan dan di manfaatkan bagi penduduk daerah Batu Merah atau daerah lainnya, yang mayoritas penduduknya di bawah rata-rata serta pemukiman dengan lingkungan yang kumuh. Dari hasil metode-metode tersebut dapat menghasilkan air tanah yang aman. Hasil total air tanah pada DAS merupakan jumlah air yang dapat di pompa dari akifer dalam DAS, dalam suatu periode tertentu, tanpa memberikan hasil yang tidak di inginkan. Untuk mempertahankan sumber air tanah secara tak terbatas, pemompaan harus di batasi pada produksi air yang aman. Hasil yang aman sama dengan sebagian dari pengisian kembali akifer. Sisanya hilang dengan cara-cara lain. Terdapat 4 faktor yang perlu di pertimbangkan untuk menganalisis hasil yang aman. Jika salah satu dari faktor-faktor ini memberikan hasil-hasil yang tidak di inginkan, maka terdapat kelebihan hasil yang aman. Faktor-faktor ini adalah
1.  Hasil yang aman harus selalu kurang daripada pasokan air pada kawasan dalam periode yang ditentukan.
2.    Biaya memompa air tanah harus sesuai dengan cara-caranya
3.    Kualitas air harus dapat diterima (terlalu banyak memompa dapat menyebabkan instrusi air laut).
4.    Tidak boleh ada masalah-masalah hukum yang timbul karena pemompaan (hak-hak air).
5.    Perlindungan lingkungan
Dengan demikian, di harapkan solusi yang telah di jelaskan di atas dapat di pergunakan dan bermanfaat bagi daerah-daerah yang sama keadaannya dengan daerah Batu Merah. Selain itu juga, di harapkan pemprov di berbagai daerah yang memiliki keadaan yang sama dengan daerah Batu Merah dapat memperhatikan kesehatan dan kehidupan penduduknya.

Kamis, 02 Oktober 2014

Sukseskan Kecil Menanam Dewasa Memanen Tahun 2014

Hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global.
Ketersediaan lahan yang terbatas menyebabkan masyarakat baik secara sadar maupun tidak sadar berupaya untuk memenuhi kebutuhan akan lahan dalam kehidupannya. Keterbatasan ketersediaan lahan, mengarahkan masyarakat untuk mencari lahan yang belum dikuasai. Lahan yang masih potensial dan sangat mudah untuk diakses adalah kawasan hutan. Kondisi tersebut membuat bertambahnya tekanan-tekanan terhadap kawasan hutan yang nota bene akan mengancam keberadaan kawasan hutan itu sendiri.
Produksi kayu (bila secara serampangan) berpengaruh pada (juga) kelestarian hutan. Kedua kondisi tersebut merupakan sebagian (kecil) kondisi yang saling bertolak belakang terkait keberadaan kawasan hutan.
Kesalahan pengurusan hutan menyebabkan terjadinya lahan kritis di dalam dan luar kawasan hutan. Lahan yang sudah kritis tidak mampu melakukan fungsi perlindungan areal di sekitarnya dan (salah satunya) penyediaan air tanah. Apabila kawasan hutan dan lahan sudah "kritis" diperlukan upaya-upaya pemulihan kawasan melalui rehabilitasi dan reboisasi dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi kawasan hutan.
Dalam kerangka tersebut, Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Provinsi Maluku memberikan peran dan kontribusi dalam rangka meningkatkan pemulihan daya dukung hutan dan lahan dalam peningkatan fungsi ekologis salah satunya melalui kegiatan Kecil Menanam Dewasa Memanen.
Penyelenggaran kegiatan ini di tahun 2014 telah memotifasi anak-anak sekolah, guru, wali murid serta masyarakat yang berada di Negeri Suli Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah. Kegiatan ini merupakan agenda rutin yang dilakukan sejak tahun 2012.
Pelaksanaan kegiatan ini merupakan salah satu cara untuk menghijaukan lingkungan dengan melibatkan masyarakat sekitar, dalam hal ini Bakorluh Provinsi Maluku berperan sebagai katalisator dan diharapkan kedepannya keinginan untuk menanam dan menghijaukan tumbuh dari inisiatif masyarakat itu sendiri khususnya dari usia dini.

Sabtu, 27 September 2014

Hubungan Manusia dengan Lingkungan (Sampah dan Penanggulangannya)

Budaya konsumerisme masyarakat saat ini mempunyai andil besar dalam peningkatan jenis dan kualitas sampah. Di Era Globalisasi, para pelaku usaha dan pebisnis bersaing sekeras mungkin untuk memasarkan produknya, tidak hanya itu tapi mereka memiliki strategi bisnis dengan mengemas produknya dengan kemasan yang menarik konsumen. Bervariasinya kemasan produk tersebut menimbulkan peningkatan jenis dan kualitas sampah. Sayangnya desakan menciptakan produk baru beserta kemasannya oleh para pelaku usaha tidak dibarengi dengan memikirkan sistem pengelolaan persampahannya.
Kondisi ini seharusnya memacu berbagai pihak untuk turut memikirkan solusi dari pengelolaan sampah, khususnya pemerintah yang mengatur kebijakan dan para produsen sampah.
Dalam hal ini Pemda Maluku telah merumuskan beberapa kegiatan untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait sistem pengelolaan persampahannya, melalui berbagai kegiatan yang ada seperti Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan Hidup, Pembinaan Eco School, Peringatan Hari-Hari Lingkungan Hidup, Pembersihan Sampah / Gulma di Sungai-Sungai  dan berbagai kegiatan lainnya yang diharapkan.
Sampah erat kaitanya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-sampah tersebut akan hidup berbagai mikro organisme penyebab penyakit (bacteri pathogen), dan juga binatang serangga sebagai pemindah/penyebar penyakit (vector). Oleh sebab itu, sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin tidak mengganggu atau mengancam kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan. Yang dimaksud dengan pengelolaan sampah di sini adalah meliputi pengumpulan, pengangkutan, sampai dengan pemusnahan atau pengolahan sampah sedemikian rupa sehingga sampah tidak menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
Pengelolaan sampah didefinisikan sebagai kontrol terhadap timbulan sampah, pewadahan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, proses pembuangan akhir sampah, di mana semua hal tersebut dikaitkan dengan prinsip – prinsip terbaik untuk kesehatan, ekonomi, keteknikan/ engineering, konservasi, estetika, lingkungan, juga terhadap sikap atau budaya local masyarakat itu sendiri.

Dalam kehidupan, manusia tidak dapat dilepaskan dari sampah. Setiap hari manusia selalu menghasilkan sampah yang semakin hari semakin banyak jumlahnya. Sampah di perkotaan telah menjadi masalah yang cukup rumit sehingga kadang sulit untuk mengatasinya.
Sampah adalah sisa-sisa barang atau benda yang sudah tak terpakai yang akhirnya dibuang. Sampah di negara kita begitu berlimpah sehingga timbul masalah dalam pembuangannya. Dulu pernah ada kota yang menghadapi persoalan mengenai sampah sampai-sampai di tiap sudut kota ditemukan sampah yang berserakan dan menggunung yang membuat kita terkejut dengan banyaknya sampah yang ada. Sehingga kota tersebut sempat dijuluki kota sampah. Hal itu terjadi akibat terbatasnya tempat untuk pembuangan sampah dan tidak adanya alternatif lain untuk memanfaatkan sampah yang ada. Sampah yang bertumpuk menimbulkan bau tak sedap dan penyakit menular yang berbahaya bagi manusia. Sedangkan di lain tempat banyak orang yang membuang sampah sembarangan ke selokan atau sungai yang akhirnya menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir.
Sampah dapat digolongkan ke dalam 2 jenis yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang dapat diolah sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang dapat didaur ulang. Sampah organik dapat diolah menjadi pupuk atau sumber energi. Sebagian besar sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga adalah sampah organik (sampah basah) contohnya sampah dari dapur, sisa sayuran, kulit buah dan daun. Sedangkan sampah anorganik contohnya botol kaca, botol plastik, kaleng, dan kertas.
Peningkatan jumlah penduduk yang begitu pesat dan gaya hidup masyarakatnya berpengaruh besar pada volume sampah yang dihasilkan. Bila hal ini tidak cepat ditangani akan semakin komplek masalah yang ditimbulkan akibat sampah. Jadi sampah perlu penanganan semua pihak bukan hanya oleh pemerintah saja tetapi kita ikut aktif bertindak terhadap masalah tersebut. Paling tidak kita dapat memanfaatkan sampah dari hasil rumah tangga kita sendiri.
Cara yang dapat dilakukan adalah sebelum membuang sampah pilahlah terlebih dahulu sampah organik dan sampah anorganik. Pemanfaatan sampah organik adalah dengan cara mengumpulkan sampah organik kemudian diolah dengan cara pengomposan. Upaya pengolahan ini akan menghasilkan pupuk sebagai penyubur tanah dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme, seperti bakteri, jamur, serangga dan cacing. Bila kita mempunyai lahan/pekarangan yang cukup luas sampah organik dapat dikubur di lahan kosong/pekarangan rumah. Tetapi bila lahan kita terbatas, masukkan sampah sisa rumah tangga berupa sisa sayuran atau daun-daun ke dalam kotak. Kotak ini dapat kita buat demgam ukuran 60x60x20 cm3. Kemudian isi kotak dengan daun, sisa sayuran lalu masukkan beberapa ekor cacing tanah/merah lalu masukkan pula dua genggam tanah. Lakukan hal tersebut setiap hari, sehingga lama kelamaan sampah tersebut berubah menjadi kompos yang dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman kita.
Pemanfaatan sampah organik yang lain adalah sampah organik dicampur dengan air kemudian dimasukkan ke dalam tempat yang kedap udara dan dibiarkan selama lebih kurang dua minggu sehingga menghasilkan biogas. Biogas ini dapat dimanfaatkan untuk memasak yang tingkat polusinya relatif kecil.
Sampah anorganik berupa kaleng bekas dapat dimanfaatkan lagi misalnya untuk pot tanaman, atau diberikan kepada pengumpul barang bekas untuk diolah lagi di pabrik/industri daur ulang begitu pula botol bekas minuman. Untuk sampah kertas/koran dapat diproses menjadi kertas daur ulang. Hancurkan kertas bersama air dengan alat blender kemudian disaring lalu letakkan pada tempat cetakan untuk selanjutnya dikeringkan. Produk kertas ini dapat digunakan untuk berbagai kerajinan tangan (handycraft)
Bila kita aktif melakukan pemanfaatan sampah, sedikit banyak akan berdampak pada lingkungan kita dan yang terpenting kita telah ikut melakukan penghematan baik itu penghematan uang atau penghematan energi.

Akibat Penebangan Hutan

Penebangan kayu secara liar (illegal logging) tanpa mengindahkan kaidah-kaidah manajemen hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan berbagai dampak negatif dalam berbagai aspek, Kerugian akibat penebangan liar memiliki dimensi yang luas tidak saja terhadap masalah ekonomi, tetapi juga terhadap masalah sosial, budaya, politik dan lingkungan.
Dari perspektif ekonomi 
Kegiatan illegal logging telah mengurangi penerimaan devisa negara dan pendapatan negara. Berbagai sumber menyatakan bahwa kerugian negara yang diakibatkan oleh illegal logging, mencapai Rp.30 trilyun per tahun. Permasalahan ekonomi yang muncul akibat penebangan liar bukan saja kerugian finansial akibat hilangnya pohon, tidak terpungutnya DR dan PSDH akan tetapi lebih berdampak pada ekonomi dalam arti luas, seperti hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan keragaman produk di masa depan (opprotunity cost). Sebenarnya pendapatan yang diperoleh masyarakat (penebang, penyarad) dari kegiatan penebangan liar adalah sangat kecil karena porsi pendapatan terbesar dipetik oleh para penyandang dana (cukong). Tak hanya itu, illegal logging juga mengakibatkan timbulnya berbagai anomali di sektor kehutanan. Salah satu anomali terburuk sebagai akibat maraknya illegal logging adalah ancaman proses deindustrialisasi sektor kehutanan. Artinya, sektor kehutanan nasional yang secara konseptual bersifat berkelanjutan karena ditopang oleh sumber daya alam yang bersifat terbaharui yang ditulang punggungi oleh aktivitas pengusahaan hutan disektor hulu dan industrialisasi kehutanan di sektor hilir kini tengah berada di ambang kehancuran.
Dari segi sosial budaya 
Dapat dilihat munculnya sikap kurang bertanggung jawab yang dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat pada umumnya sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah serta antara baik dan buruk. Hal tersebut disebabkan telah lamanya hukum tidak ditegakkan ataupun kalau ditegakkan, sering hanya menyentuh sasaran yang salah. Perubahan nilai ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dikembalikan tanpa pengorbanan yang besar.
Kerugian dari segi lingkungan 
Yang paling utama adalah hilangnya sejumlah tertentu pohon sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan yang berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati. Kerusakan habitat dan terfragmentasinya hutan dapat menyebabkan kepunahan suatu spesies termasuk fauna langka. Kemampuan tegakan(pohon) pada saat masih hidup dalam menyerap karbondioksida sehingga dapat menghasilkan oksigen yang sangat bermanfaat bagi mahluk hidup lainnya menjadi hilang akibat makin minimnya tegakan yang tersisa karena adanya penebangan liar. Berubahnya struktur dan komposisi vegetasi yang berakibat pada terjadinya perubahan penggunaan lahan yang tadinya mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan juga sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan telah berubah peruntukanya yang berakibat pada berubahnya fungsi kawasan tersebut sehingga kehidupan satwa liar dan tanaman langka lain yang sangat bernilai serta unik sehingga harus jaga kelestariannya menjadi tidak berfungsi lagi. Dampak yang lebih parah lagi adalah kerusakan sumber daya hutan akibat penebangan liar tanpa mengindahkan kaidah manajemen hutan dapat mencapai titik dimana upaya mengembalikannya ke keadaan semula menjadi tidak mungkin lagi.

PELESTARIAN HUTAN DAN LINGKUNGAN

Ancaman kerusakan hutan dari hari ke hari semakin meningkat, sebagian besar kerusakan hutan adalah karena adanya pembukaan lahan baru yang tidak mengikuti kaidah ekologi atau lingkungan . Banyak sekali hutan dirusak hanya untuk kepentingan tertentu dari individu maupun kelompok atau institusi tanpa ada pertimbangan untuk pelestariannya. Adanya pengembangan wilayah pemukiman, atau daerah pemekaran yang membutuhkan lahan baru untuk pembangunan daerahnya akan mengakibatkan dibukanya hutan. Akibat dari semuanya ini akan merusak keseimbangan ekosistem lingkungan, hutan yang sudah banyak rusak akan memberi pengaruh buruk pada lingkungan.
Jika hutan kita menjadi gundul atau terbakar, sehingga lingkungan hidup kita rusak, siapa biang keladinya? Penduduk miskin di hutan-hutan dan sekitar hutan menebang hutan negara untuk memperoleh penghasilan untuk makan. Tetapi kayu-kayu yang diperolehnya ditampung calo-calo untuk dijual, dan kemudian dijual lagi untuk ekspor, yang semuanya “demi keuntungan”. Siapa yang paling bersalah dalam proses perusakan lingkungan ini?

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri). Lingkungan, di Indonesia sering juga disebut “lingkungan hidup“. Misalnya dalam Undang-Undang no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Dengan pemahaman lingkungan hidup diatas, maka upaya pelestarian lingkungan hidup adalah upaya pelestarian komponen-komponen lingkungan hidup beserta fungsi yang melekat dan interaksi yang terjadi diantara komponen tersebut. Adanya perbedaan fungsi antara komponen dan pemanfaatan dalam pembangunan, maka pelestarian tidak dipahami sebagai pemanfaatan yang dibatasi. Namun pelestarian hendaknya dipahami sebagai pemanfaatan yang memperhatikan fungsi masing-masing komponen dan interaksi antar komponen lingkungan hidup dan pada akhirnya, diharapkan pelestarian lingkungan hidup akan memberikan jaminan eksistensi masing-masing komponen lingkungan hidup.
Dengan adanya jaminan eksistensi, lingkungan hidup yang lestari dapat diwujudkan. Upaya pelestarian lingkungan hidup yang telah dilakukan oleh banyak pihak selama ini menunjukan banyak keberhasilan dan tidak sedikit yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam masing-masing aspek. Upaya-upaya tersebut lebih terlihat sebagai gerakan yang berdiri sendiri di masing-masing lokasi, kasus dan aspek lingkungan yang dihadapi. Selain itu, upaya pelestarian yang telah dilaksanakan kurang dirasakan manfaat /kegunaan baik secara jangka menengah maupun jangka panjang, hal ini terjadi karena kurangnya kepedulian dan pengetahuan serta informasi yang jelas dan menyeluruh tentang manfaat pelestarian hutan bagi aspek kehidupan yang lainnya dan bagi lingkungan secara luas.
Melestarikan hutan berarti kita melestarikan lingkungan hidup, karena dengan menyelamatkan hutan kita juga menyelamatkan semua komponen kehidupan. Jika kita mengetahui mengenai sesuatu mengenai potensi alam dan faktor-faktor yang membatasi kita dapat menentukan penggunaan terbaik. Ekosistem-ekosistem baru yang berkembang yang diciptakan manusia , seperti pertanian padang rumput, gurun pasir yang diairi, penyimpanan-penyimpanan air, pertanian tropika akan bertahan untuk jangka waktu lama hanya jika keseimbangan-keseimbangan material dan energi tercapai antara komponen-komponen biotik dan fisik. Karena itu penting sekali untuk melestarikan hutan.
Melakukan pelestarian hutan sama dengan menyelamatkan ekosistem dari hutan itu sendiri, ekosistem terbentuk oleh komponen hidup dan tak hidup di suatu tempat yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan itu terjadi oleh adanya arus materi dan energi yang terkendalikan oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem itu. Masing-masing komponen mempunyai fungsi atau relung, selama masing-masing komponen itu melakukan fungsinya dan bekerja sama dengan baik, keteraturan ekosistem itupun terjaga. Keteraturan ekosistem menunjukkan ekosistem tersebut ada dalam suatu keseimbangan tertentu. Keseimbangan itu tidak bersifat statis malainkan dinamis, ia selalu berubah-ubah, kadang-kadang perubahan itu besar dan kadang-kadang kecil. Perubahan itu dapat terjadi secara alamiah maupun sebagai perbuatan manusia.
Dari uraian – uraian tersebut kita bisa melihat bahwa unsur-unsur yang ada dalam lingkungan hidup tidak secara tersendiri melainkan secara terintegrasi sebagai komponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Wajarlah dengan menyelamatkan hutan kita berarti menyelamatkan lingkungan, hutan yang mempunyai multi fungsi akan menyelamatkan semua komponen kehidupan di bumi ini bila kita melestrikannya. Manfaat pelestarian hutan bagi lingkungan sangat banyak, secara global hutan merupakan paru-paru dunia dan dapat mengurangi pemanasan suhu bumi, mencegah kekeringan saat kemarau dan mencegah banjir dan longsor saat musim hujan.

Adimihardja, A. 2002. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian. Bogor.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2003. Pedoman Umum Pelaksanaan Pendayagunaan Sumberdaya Kawasan Transmigrasi. Ditjen Pemberdayaan Sumberdaya Kawasan Transmigrasi. Jakarta.  Ridker, Ronald. 1982. Sumberdaya Lingkungan dan Pendudk. Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan. UGM. Yogyakarta.
Sandy, 1980. Masalah Tata Guna Lahan, Tata lingkungan di Indonesia. Jurusan Geografi. Univ. Indonesia. Jakarta.
Soemarwoto, Otto. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta.

PELESTARIAN HUTAN DAN POTENSI EKONOMI

Nilai ekonomi yang dihasilkan dari masing-masing tipe pemanfaatan sumber daya alam (hasil hutan kayu, non kayu, tambang, perikanan, pertanian, pariwisata, dll) serta nilai ekonomi dari jasa lingkungan yang disediakan oleh kawasan hutan , hendaknya tidak dilihat sebagai nilai-nilai yang terpisah satu sama lain, karena setiap kegiatan pemanfaatan sumber daya alam (kegiatan ekonomi lain) tidak berdiri sendiri, melainkan saling berinteraksi dan saling memberikan dampak satu sama lain.
Prinsip-prinsip yang menyangkut faktor pembatas dan produktivitas di masa lalu telah menetapkan pokok penerapan ekologi untuk pertanian dan kehutanan, tetapi untuk alasan-alasan yang telah dikemukakan , para ahli pertanian dan kehutanan sekarang harus berfikir bahwa tanaman dan hutannya mempunyai hasil lain selain dari makanan dan serat, dalam pengertian ekosistem manusia secara keseluruhan.
Komponen-komponen sistem pertanian berinteraksi secara sinergis ketika komponen-komponen itu terlepas dari fungsi utamanya, meningkatkan kondisi-kondisi bagi komponen lain yang berguna di dalam sistem pertanian, misalnya; menciptakan iklim mikro yang cocok bagi komponen lain, menghasilkan senyawa kimia untuk mendorong komponen yang diinginkan atau menekan komponen yang berbahaya (pengaruh alelopatis dari pengeluaran akar atau mulsa)., memproduksi pelapis tanah atau struktur akar untuk meningkatkan konservasi air dan tanah,mengusahakan sistem akar yang dalam untuk meningkatkan daur ulang air dan unsur hara.
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang keterkaitan setiap komponen pertanian maupun komponen kehidupan membuat mereka lupa bahkan tidak mengetahui sama sekali bahwa hutan sangan mempengaruhi kehidupan disekitarnya.
Manfaat atau fungsi hutan bagi kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung sangat banyak dan beragam. Hutan tidak saja sebagai sumber kayu dan hasil hutan lainnya yang memberikan manfaat ekonomi. Secara tidak langsung hutan akan memberikan pengaruh pada kehidupan di hilirnya.
Hutan juga mempunyai fungsi perlindungan terhadap tata air. Dengan adanya seresah di lantai hutan dan struktur tanah gembur, air hujan terserap seresah dan masuk ke dalam tanah. Karena itu dalam musim hujan debit maksimum air dapat dikurangi, dengan demikian bahaya banjir berkurang.
Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung melalui vegetasi atau media lainnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan ) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut.
Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan tanah meresap ke dalam tanah dalam bentuk infiltrasi, perkolasi, kapiler. Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah dalam, aliran tanah antara dan aliran tanah dasar. Disebut aliran tanah dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sisten jaringan sungai. Hal ini dapat di lihat pada musim kemarau aliran ini akan tetap secara kontinyu apabila kondisi hutan baik. Oleh sebab itu kilta perlu melestarikan hutan.
Banyaknya air hujan yang meresap ke dalam tanah, persediaan air tanah akan bertambah. Sebagian air tanah akan keluar lagi di daerah yang lebih rendah sebagai mata air, dengan bertambahnya cadangan air tanah, mata air serta sumur yang hidup di musim kemarau juga lebih banyak daripada tanpa adanya hutan. Jadi, efek hutan adalah mengurangi resiko kekurangan air dalam musim kemarau.
Air sebagai sumber kehidupan mempunyai berbagai macam fungsi . Di sisi lain air juga merupakan bagian dari sumber daya alam . Fungsi air sebagai sumber kehidupan adalah memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga, pertanian, industry , pariwisata, pertahanan, pertambangan, ketenagaan dan perhubungan. Sebagai sumber daya alam air juga harus dilestarikan agar ketersediaan air dipermukaan bumi ini bisa berkesinambungan. Dengan melestarikan hutan berarti kita juga melestarikan ketersediaan air sebagai sumber daya alam.
Banyaknya air yang tersedia di permukaan bumi ini akan sangat membantu kehidupan manusia karena air diantaranya akan banyak memberikan manfaat ekonomi. Di daerah daerah yang pengairannya baik pertanian tidak lagi bergantung pada hujan , petani dapat merencanakan pola pergiliran tanaman dengan lebih baik.
Daerah-daerah hilir hutan pegunungan masyarakatnya akan merasakan manfaat yang sangat menguntungkan bila pelestarian hutan terjaga, keseimbangan ekosistem dalam hutan akan memelihara tata air di sekitarnya , masyarakat yang ada di dataran rendah bisa memanfaatkan sumberdaya air yang tersedia untuk keperluan hidupnya maupun untuk aktivitas perekonomian.
Secara tidak langsung sumber daya air akan memberikan manfaat ekonomi pada rumah tangga dan pertanian . Rumah tangga yang mempunyai industri akan membutuhkan air untuk usahanya, petani dalam berusaha tani juga sangat membutuhkan air, baik untuk penyemprotan maupun untuk kebutuhan tanaman itu sendiri. Tanaman yang kekurangan air pertumbuhannya akan terganggu, pduktivitas akan berkurang bahkan akan terancam mati. Sebaliknya bila sumber air tersedia tanaman akan tumbuh dengan baik dan produksinya akan tinggi.
Selain dari manfaat yang tidak langsung, masyarakat disekitar kawasan hutan juga bisa memanfaatkan hasil hutan langsung dengan tidak secara berlebihan dan tetap berusaha adanya pembaharuan untuk menjaga kelestariannya. Hasil hutan yang didapatkan bisa untuk konsumsi sendiri atau untuk di jual sehingga dapat menjadi pendapatan tambahan.
Manusia harus ingat bahwa kebutuhan terus meningkat dan berubah dari waktu ke waktu, untuk dapat mendukung kebutuhan yang meningkat dan berubah itu perlu adanya sumberdaya yang berkesinambungan . Lingkungan kita merupakan sumberdaya, karena itu harus kita manfaatkan dengan bijaksana agar daya dukung terlanjutkan dapat terpelihara untuk dapat menjamin tingkat hidup yang makin tinggi.
Dari uraian – uraian yang telah disebutkan sebelumnya jelas bahwa banyak manfaat ekonomi yang akan diperoleh bila kita melestarikan hutan. Selain dari dalam hutan itu sendiri di wilayah sekitar hutan dan di daerah hilirnya manfaat ekonomi akan banyak diperoleh
 
Kodoatie, R.J. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu. Andi Offset. Yogyakarta.
Mubyarto, 1985. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta.
Mubyarto, 2004. Ekonomi Rakyat Dan Reformasi Kebijakan. www.ekonomirakyat.org.
Morison Guciano, 2009. Ihwal Komitmen Pelestarian Hutan. Harian Kompas.
Odum, E. P. ? . Fundamentals Of Ecology. Toppan Company. LTD. Tokyo. Japan.
Ridker, Ronald. 1982. Sumberdaya Lingkungan dan Pendudk. Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan. UGM. Yogyakarta.
 

Deforestasi Tingkatkan Bencana Maluku

Menurut Greenpeace, sebagai tempat tinggal dari 10 persen hutan hujan tropis dunia, Indonesia mengalami percepatan pengurangan hutan lebih cepat dari negara lain, hilangnya mencapai  51 sqkm tiap hari. Indonesia sekarang sebagai emitor gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia, sebagian besar akibat dari deforestasi dan degradasi. di Maluku penggundulan hutan juga sudah menyumbang pada peningkatan bencana alam skala kecil.
"Banjir telah menjadi kebiasaan di sekitar Kota Ambon dan Pulau Seram dalam 3 tahun terakhir ini, Air semakin tinggi juga, banyak rumah telah rusak. Mengurangi deforestasi sangat penting untuk mencegah bencana skala kecil, seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan.
"Hutan memainkan peran penting dalam mengurangi bencana ini karena mereka dapat meningkatkan resapan air," itu berarti ketika ada hujan deras, tanah hutan dapat menyerap air bawah tanah dan menyalurkan ke sungai. Hal ini juga sangat penting untuk mencegah kekeringan selama musim kemarau. "
Intensitas banjir, tanah longsor dan kekeringan di Maluku telah meningkat secara signifikan dalam dekade terakhir, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
"Karena perubahan iklim, kemungkinan besar curah hujan lebih berat, dan hanya akan menimbulkan banjir dan tanah longsor jika hutan terus dibersihkan".

Banjir dan tanah longsor menyebabkan lebih dari 15 kematian dan evakuasi 150 orang antara tahun 2012 dan 2013.

Dengan Insentif dan Libatkan Masyarakat, Program Tanam 1 Pohon 1 Orang Cukup Baik

Program penanaman 1 pohon 1 orang pada 2010 yang dicanangkan Gubernur Maluku lalu cukup baik untuk mengatasi kerusakan atau degradasi lahan dan hutan jika melibatkan masyarakat pedesaan dan dengan sistem insentif. Bukan sekedar saat menanam, tapi masyarakat diberi tugas untuk merawat hingga tanaman tetap tumbuh dengan baik hingga tingkat keberhasilan hidup tinggi. 
“Untuk mencapai hal demikian sebaiknya ada sistem insentif (jangka panjang sekitar 5 tahun) yang diberikan dengan pengawasan oleh masyarakat sipil seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),”
Jika penanaman melibatkan kontraktor sebaiknya mereka harus diikat dengan perjanjian, bukan sekedar tanam tapi kewajiban merawat, pembayaran kepada kontraktor sebaiknya berdasarkan keberhasilan hidup (bukan jumlah bibit yang ditanam).  Lakukan pembayaran secara bertahap.
Pemilihan lokasi dan jenis tanaman harus tepat.  Jika menginginkan tanaman yang cepat tumbuh, tapi punya nilai penting dari sisi ekonomis maupun ekologis hal demikian perlu suatu kajian oleh para pakar. Contoh: cemara laut (Cassuarina ) cepat tumbuhnya (8 meter dalam 4 tahun) dan cocok ditanam di tepi pantai dengan substrat pasir. Tanaman ini mempunyai nilai ekonomis penting sebagai bahan baku kertas. Pohon jelutung (Dyera spp) dapat tumbuh baik pada lahan gambut yang sudah rusak, dapat  tumbuh dengan cepat, mempunyai nilai ekonomis dan lingkungan yang penting .
Untuk menanggulangi dan mencegah degradasi lahan lebih lanjut, langkah yang seharusnya diambil oleh pemerintah dan semua elemen masyarakat adalah untuk lahan gambut: jangan membuka lahan gambut, jika sudah terlanjur terbuka hindari drainase yang berlebihan (tutup saluran-saluran drainase yang terdapat di lahan gambut). Jangan menggunakan api di lahan gambut, karena jika terbakar sulit diatasi dan cepat merambat ke lokasi lain (juga mengemisikan karbon dioksida dalam jumlah besar.  Moratorium gambut yang dicanangkan pemerintah baru-baru ini, harus didukung semua pihak (swasta, LSM, instansi pemerintah di kota/kabupaten) dan jangka waktu moratorium sebaiknya bukan dua tahun tapi hingga ada kajian lebih lanjut tentang pemulihannya.
Sedangkan untuk menanggulangi degradasi lahan di kawasan mangrove, langkah yang perlu ditempuh adalah segera menetapkan kebijakan (dan tegakkan aturannya) tentang lebarnya sabuk hijau (green belt), segera rehabilitasi wilayah pesisir yang mangrovenya sudah rusak (misal melalui penanaman), batasi pembangunan di wilayah pesisir (terutama yang membongkar hutan mangrove) karena jika terjadi kenaikan air laut akibat perubahan iklim, mangrove yang sehat dapat berperan sebagai benteng daratan dan mendukung berbagai kepentingan/infrastruktur lain di darat.
Lalu adakan kampanye besar-besaran tentang fungsi hutan mangrove dan gambut dalam rangka mitigasi dan adaptasi terhadap adanya perubahan iklim global.
untuk memperbaiki kerusakan hutan dan lahan yang terdegradasi, perlu terus dilakukan upaya penerapan teknik konservasi hutan, tanah, dan air dalam pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Selain itu lahan harus digunakan sesuai peruntukkannya, dan tidak boleh melebihi daya dukungnya.
Saat ini pemerintah sedang mengajak masyarakat untuk gemar menanam pohon, melalui gerakan Menanam Satu Pohon Satu Orang.
Kegiatan ini selain untuk lebih meningkatkan kepedulian berbagai pihak akan pentingnya penanaman dan pemeliharaan pohon, juga merupakan bagian dari upaya mencegah atau mengurangi pemanasan global, dan perubahan iklim dengan memperbanyak penyerap karbon.

Penyebab Degradasi
 
Pada umumnya, degradasi lahan di Maluku disebabkan oleh salah kelola, konversi lahan, dan perubahan iklim. Salah kelola misalkan lahan gambut yang didrainase airnya, menyebabkan gambut kering dan mudah terbakar (tanpa terbakarpun jika gambut didrainase airnya akan rusak, amblas/subside dan teroksidasi melepaskan gas CO2).
Degradasi lahan juga disebabkan oleh konversi lahan. Misal mangrove ditebang, dijadikan tambak atau keperluan lain. Hal ini akan menyebabkan inrusi air laut ke darat, abrasi/erosi, hilangnya habitat berbagai satwa perairan (termasuk ikan dan udang) juga satwa lain (seperti burung).   Mangrove yang rusak di Maluku diduga sekitar 500 ha, yang relatif masih baik diduga 1 juta ha.
Penyebab degradasi lahan lainnya adalah perubahan Iklim. Perubahan iklim akan berpengaruh terhadap kerusakan lahan (terutama di lahan gambut). Suhu udara yang semakin meningkat, akan semakin mempeluas gambut yang terbakar.

Reduced-Impact Logging in Indonesian Maluku: Some Results Confirming the need for New Silvicultural Prescriptions

Reduced-impact logging (RIL) and conventional techniques (CNV) were compared in a mixed dipterocarp hill forest in Maluku in three blocks of about 100 ha each. Damage was evaluated using pre- and post-harvesting assessments in 24 one-hectare sample plots. RIL techniques nearly halved the number of trees destroyed (36 vs 60 trees/ha). RIL’s main benefit was in the reduction of skidding damage (9.5% of the original tree population in RIL vs 25% in CNV). Before logging, mean canopy openness in CNV (three plots only) and RIL (9 plots) was similar (3.6 and 3.1%) and not significantly different (χ2=2.73, P=0.254). After logging, the mean canopy openness was 19.2% in CNV (n=9 plots) and 13.3% in RIL (n=8 plots), and the distributions of the canopy class in RIL and CNV significantly different (χ2=43.56, P<0.001). CNV plots showed a higher proportion of measurements in the most open class ≥30% than in RIL. At a larger scale, the area of skidtrail per unit timber volume extracted was halved in the RIL compartment (15 m2 vs 27 m2 m−3 for CNV). However, under high felling intensity (>8 trees/ha), both stand damage and canopy disturbance in RIL approached those recorded in CNV under low or moderate felling regime. Over this felling intensity threshold the effectiveness of RIL in reducing tree damage is limited. In mixed dipterocarp forest where harvestable timber density generally exceeds 10 trees/ha, a minimum diameter felling limit is clearly insufficient to keep extraction rates below 8 trees/ha. Based on these new results and previous studies in Maluku, we suggest three silvicultural rules: (1) to keep a minimum distance between stumps of ca. 40 m, (2) to ensure only single tree gaps using directional felling, (3) to harvest only stems with 60–100 cm dbh. Foresters, policy makers and certifiers should consider these as criteria for sustainable forest management. We emphasise the need to expand harvesting studies to look at impacts and trade-offs across larger forest landscapes, to expand RIL beyond silvicultural concepts and to include the maintenance of other forest goods and services.